MASA DISINTEGRASI
(1000-1250)
Perkembangan peradaban dan kebudayaan
serta kemajuan besar yang dicapai dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah
mendorong para penguasa untuk hidup mewah , bahkan cenderung mencolok. Setiap
khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pendahulunya . kehidupan mewah
khalifah-khalifah ini ditiruoleh para hartawan dan anak-anak pejabat.
Kecenderungan bermewah-mewah,ditambah dengan kelemahan khlaifah dan khalifah
dan faktor lainnya menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat miskin.
Kondisi ini member peluang kepada tentara
professional asal turki yang semula diangkat oleh khalifah al-mu’tashim
untuk mengambil alih pemerintah. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaaan
sesungguhnya berada ditangan mereka, sementara
kekuasaaan bani abbaas didalam khilafah Abbbasiyah yang didiraikannya
mulai pudar dan ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini meskipun setelah
itu usianya masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun.
A. DINASTI-DINASTI
YANG MEMERDEKAKAN DIRI DARI BAGHDAD
Disintegrasi dalam bidang politik
sebenarnya sudah di mulai di akhir zaman bani Umayah. Akan tetapi berbicara
tentang politik islam dalam lintasan sejarah, akan terlihahat perbedaan anatara
Pemerintahan BaniUmayah dengan Pemerintahan Bani Abas. Wilayahkekuasaan Bani Umayah,
mulai dari awal berdirinya samoai masa keruntuhannya, sejajar dengan
batas-batas kekuasaan islam. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah di akui di
Spanyol dan afrika utara kecuali mesir yang bersifat sebentar-bentar dan
kebanyakan bersifat nominal, yang hubungannya dengan khalifah ditandai dengan
pembayaran upeti..
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih
menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik
itu, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa
Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu dari dua cara: Pertama,
seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh
kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di Spanyol dan Idrisiyyah di Marokko.
Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah,
kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti daulat Aghlabiyah di Tunisia dan
Thahiriyyah di Khurasan.
Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan
Idrisiyyah di Marokko, propinsi-propinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar
upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah mampu mengatasi
pergolakan-pergolakan yang muncul. Namun pada saat wibawa khalifah sudah
memudar mereka melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja
menggerogoti kekuasaan khalifah, tetapi beberapa diantaranya bahkan berusaha
menguasai khaljfah itu sendiri.
Menurut Watt, sebenarnya keruntuhan
kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad kesembilan. Fenomena ini
mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan
militer di propinsi-propinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar
independen. Kekuatan militer Abbasiyah waktu itu mulai mengalami kemunduran.
Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional
di bidang kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru
seperti diuraikan di atas. Pengangkatan anggota militer Turki ini, dalam
perkembangan selanjutnya teryata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan
khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah
muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan syu'u arabiyah
(kebangsaan/anti Arab). Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi
terhadap gerakan politik, disamping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya,
para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan
aliran keagamaan itu, sehingga meskipun dirasakan dalam hampir semua segi
kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak
bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan ada diantara mereka
yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.