1.
Periodesasi perkembangan sejarah
filsafat ilmu
Kata
filsafat ilmu merupakan hal yang sangat penting utamanya dalam pengkajian ilmu
pengetahuan, karena filsafat ilmu
merupakan keinginan mendalam untuk mengetahui sesuatu yang tidak diketahui
sebelumnya.berdasar kepada pengertian filsafat tersebut, dpat didefenisikan
bahwa filsafat itu memang sudah ada sejak adanya manusia pertama yaitu nabi
adam AS. Berikut periodesasi filsafat ilmu:
a) Pra Yunani Kuno
(abad 15-7 SM)
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni
ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu
manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar
antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia
yang ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari batu, tulang belulang
dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat
penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat
diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di Yunani,
Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.
b) Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)
Zaman
Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini
orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya, Yunani
pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat. Bangsa Yunani
juga tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap
menerima saja (receptive attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude
(senang menyelidiki secara kritis).
Sikap inilah yang
menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir yang terkenal sepanjang
masa.slaha satu tokoh Yunani yang terkenal pada waktu itu PARMENIDES dengan
pendapatnya ”hanya yang ada itu ada” menides tidak mendefinisikan apa itu "yang ada",
tetapi dia menyebutkan beberapa sifatnya yang meliputi segala sesuatu. Menurutnya,
"yang ada" itu tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan.
"Yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal.
Kalau orang menyangkal bahwa "yang ada" itu tidak ada, dengan pernyataannya
sendiri orang itu mengakui bahwa "yang ada" itu ada. Sebab, kalau
benar "yang ada" itu tidak ada, orang itu tidak dapat menyangkal
adanya "yang ada". Jadi, kenyataan bahwa "yang ada" itu
dapat ditolak keberadaannya menunjukkan "yang ada" itu memang ada,
sedangkan "yang tidak ada" itu tidak ada! Sesuatu "yang tidak
ada" sama sekali tidak dapat dikatakan atau dipikirkan, apalagi didiskusikan
(disanggah atau diiyakan).
Sebaliknya, "yang ada" itu selalu dapat dikatakan,
dipikirkan, dan didiskusikan. Oleh sebab itu, pernyataan Parmenides ini
menjadi terkenal, "Ada dan pemikiran itu satu dan sama."
Maksudnya, "yang ada" itu selalu bisa dipikirkan, dan "yang
dapat dipikirkan" selalu ada. Parmenides membuat suatu pemisahan tajam
antara apa yang kelak disebut "pengetahuan empiris", yakni
pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman atau pencerapan indrawi
(empeiria, Yunani), dengan "pengetahuan akal budi" yang murni dan
sejati. Jenis pengetahuan yang terakhir ini hanya diperoleh berkat akal budi
yang mampu menangkap "ada" yang bersifat satu dan tidak berubah, di
balik segala sesuatu yang bersifat indrawi melulu dan tidak mantap.
Dengan gaya seorang penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk
berani memakai daya akal budinya melawan arus pendapat umum, "Jangan
biarkan dirimu didesak ke jalan yang salah oleh kuatnya kebiasaan dan pandangan
umum. Jangan percaya pada penglihatan yang menyesatkan dan telinga yang hanya
mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan percaya pada lidah: hanya akal budi
semata-mata hendaklah menjadi penguji dan hakim segala sesuatu!"
Dan masih bnyak ilmuan lainnya seperti thales, pytagoras,
anaximenes, konfusius, heraclmus, dan ilmuan lainnya.
c) Zaman
Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para
tampilnya theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah
hampir semuanya para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan
aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk
mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila Theologia
(abdi agama). Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu Zaman bani Umayah
telah menemukan suatu cara pengamatan stronomi, 8 abad sebelum Galileo Galilie
dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan Persia pada abad 8 Masehi,
telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di Jundishapur
d) Masa
Renaissance (14-17 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan
kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama, Renaissanse adalah zaman
peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi suatu
kebudayaan modern. Tokoh-tokohnya adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho
Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei. Yang menarik disini adalah pendapat
Roger Bacon, ia berpendapat bahwa pengalaman empirik menjadi landasan utama
bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematik merupakan
syarat mutlak untuk mengolah semua pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus
dipisahkan dari theologi. Agama yang lama masih juga diterimanya. Ia
berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya Allah. Akan tetapi mengenai
hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal melalui wahyu. Menurut dia
kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma tampak sebagai hal-hal yang
tidak masuk akal sama sekali.
Sedangkan Copernicus adalah tokoh gereja ortodok, yang
menerangkan bahwa matahari berada di pusat jagat raya, dan bumi memiliki dua
macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerakan tahunan
mengelilingi matahari. Teori ini disebut Heliosentrisme. Namun teorinya
ditentang kalangan gereja yang mempertahankan prinsip Geosentrisme yang
dianggap lebih benar dari pada prinsip Heliosentrisme. Setiap siang kita
melihat semua mengelilingi bumi. Hal ini ditetapkan Tuhan, oleh agama, karena
manusia menjadi pusat perhatian Tuhan, untuk manusialah semuanya, paham
demikian disebut Homosentrisme. dengan kata lain prinsip Geosentrisme tidak
dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.
e) Perkembangan
Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah,
serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara
keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham–paham yang muncul dalam garis
besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme
mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji
pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme, yaitu Descartes,
Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik
adalah jiwa., spirit, Para pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber
filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche
(1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan murid
Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme
Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme
Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu
dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang
dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme yang
berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini
adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.
f) Zaman
Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam
kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat
sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang
adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak
sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai
perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Yakni dengan
berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Yang disebabkan
oleh semakin kritisnya umat manusia era sekarang yang di bantu oleh adanya
alat-alat yang canggih. Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang
sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu
dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu itu
orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-benar
menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga
ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika dengan melakukan
percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber technology, yang
memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi
keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano technology, dalam
bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna sangat
luar biasa.
Semua keberhasilan
ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan
teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba
matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan
memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun
peradaban manusia seperti sekarang ini.
Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah
memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk
kekacauan, krisis yang hampir terjadi di setiap belahan dunia ini. Alam menjadi
marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena manusia telah memperlakukan
dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya.
Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari
benturan budaya yang tak terkendali.
Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi
raksasa ternyata telah menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik
untuk menghantam dan menerkam si penciptanya sendiri, yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu
dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah
memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat
tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik Masyarakat”, sebagaimana
diungkap oleh Ridwan Al Makasary. Kritik terhadap positivisme, kurang lebih
bertali temali dengan kritik terhadap determinisme ekonomi, karena sebagian
atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi dipancangkan dari teori
pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari
berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia sosial.
Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide
bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan
manusia. Akhirnya “ Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa positivisme
dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantang sistem yang eksis.
Rich
mengemukakan “There is no the truth nor a truth – truth is not one thing, - or
even a system. It is an increasing completely” Pengalaman manusia begitu
kompleks sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh sebuah teori
2. Manfaat mempelajari sejarah filsafat
ilmu
a. Untuk semakin mempertegas dan
memperdalam pengetahuan tentang filsafat ilmu.
b. Melatih diri dalam melakukan
penelitian, pengkajian dan pengambilan kesimpulan terhadap suatu hal.
c. Menjadi acuan motivasi untuk lebih kritis
terhadap ilmu pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Amien, Miska M. Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam. Jakarta:
UI Press, 1983
Anshari, Endang S. Ilmu, filsafat, dan Agama. Bina Ilmu:
Surabaya, 1985
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta:
Kanisius 1998
Sabri, Muhammad Dkk. Filsafat Ilmu. Makassar: Alauddin Press 2009
Raverts, Jerome R. Filsafat Ilmu.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar 1982
0 comments:
Post a Comment