SELAMAT DATANG

Thursday, 3 October 2013

Periodesasi perkembangan sejarah filsafat ilmu dan Manfaat mempelajari sejarah filsafat ilmu



1.     Periodesasi perkembangan sejarah filsafat ilmu

Kata filsafat ilmu merupakan hal yang sangat penting utamanya dalam pengkajian ilmu pengetahuan, karena filsafat ilmu merupakan keinginan mendalam untuk mengetahui sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya.berdasar kepada pengertian filsafat tersebut, dpat didefenisikan bahwa filsafat itu memang sudah ada sejak adanya manusia pertama yaitu nabi adam AS. Berikut periodesasi filsafat ilmu:



a)      Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)

Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.



b)      Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)

Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya, Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima saja (receptive attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude (senang menyelidiki secara kritis).

      Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir yang terkenal sepanjang masa.slaha satu tokoh Yunani yang terkenal pada waktu itu PARMENIDES dengan pendapatnya ”hanya yang ada itu ada” menides tidak mendefinisikan apa itu "yang ada", tetapi dia menyebutkan beberapa sifat­nya yang meliputi segala sesuatu. Menu­rutnya, "yang ada" itu tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan. "Yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal. Kalau orang menyangkal bahwa "yang ada" itu tidak ada, dengan per­nyataannya sendiri orang itu mengakui bah­wa "yang ada" itu ada. Sebab, kalau benar "yang ada" itu tidak ada, orang itu tidak dapat menyangkal adanya "yang ada". Jadi, kenyataan bahwa "yang ada" itu dapat di­tolak keberadaannya menunjukkan "yang ada" itu memang ada, sedangkan "yang tidak ada" itu tidak ada! Sesuatu "yang tidak ada" sama sekali tidak dapat dikatakan atau dipikirkan, apalagi didis­kusikan (disanggah atau diiyakan).

Sebaliknya, "yang ada" itu selalu dapat dikatakan, dipikirkan, dan didiskusikan. Oleh sebab itu, per­nyataan Parmenides ini menjadi terkenal, "Ada dan pemikiran itu satu dan sama." Maksudnya, "yang ada" itu selalu bisa dipikirkan, dan "yang dapat dipikirkan" selalu ada. Parmenides membuat suatu pemisahan tajam antara apa yang kelak disebut "pengetahuan empiris", yakni pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman atau pencerapan indrawi (empeiria, Yunani), dengan "pengetahuan akal budi" yang murni dan sejati. Jenis pengetahuan yang terakhir ini hanya diperoleh berkat akal budi yang mampu menangkap "ada" yang bersifat satu dan tidak berubah, di balik segala sesuatu yang bersifat indrawi melulu dan tidak mantap. Dengan gaya seorang penyair, Parmenides menantang siapa pun untuk berani memakai daya akal budinya melawan arus pendapat umum, "Jangan biarkan dirimu didesak ke jalan yang salah oleh kuatnya kebiasaan dan pan­dangan umum. Jangan percaya pada penglihatan yang menyesatkan dan telinga yang hanya mengumpulkan bunyi-bunyi. Juga jangan percaya pada lidah: hanya akal budi semata-mata hendaklah menjadi penguji dan hakim segala sesuatu!"

Dan masih bnyak ilmuan lainnya seperti thales, pytagoras, anaximenes, konfusius, heraclmus, dan ilmuan lainnya.

c)      Zaman Pertengahan (Abad 2- 14 SM)

Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama). Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan stronomi, 8 abad sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di Jundishapur

d)     Masa Renaissance (14-17 M)

Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama, Renaissanse adalah zaman peralihan ketika kebudayaan abad pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Tokoh-tokohnya adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei. Yang menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa pengalaman empirik menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang lama masih juga diterimanya. Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya Allah. Akan tetapi mengenai hal-hal yang lain didalam theology hanya dikenal melalui wahyu. Menurut dia kemenangan iman adalah besar, jika dogma-dogma tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal sama sekali.

Sedangkan Copernicus adalah tokoh gereja ortodok, yang menerangkan bahwa matahari berada di pusat jagat raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerakan tahunan mengelilingi matahari. Teori ini disebut Heliosentrisme. Namun teorinya ditentang kalangan gereja yang mempertahankan prinsip Geosentrisme yang dianggap lebih benar dari pada prinsip Heliosentrisme. Setiap siang kita melihat semua mengelilingi bumi. Hal ini ditetapkan Tuhan, oleh agama, karena manusia menjadi pusat perhatian Tuhan, untuk manusialah semuanya, paham demikian disebut Homosentrisme. dengan kata lain prinsip Geosentrisme tidak dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.

e)      Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M)

Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.

Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.

Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.

f)       Zaman Kontemporer

Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Yakni dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Yang disebabkan oleh semakin kritisnya umat manusia era sekarang yang di bantu oleh adanya alat-alat yang canggih. Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi keberhasilan manusia dalam mencetak berbagai produk nano technology, dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba mini namun memiliki daya guna sangat luar biasa.

 Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini.

Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis yang hampir terjadi di setiap belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.

Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya sendiri, yaitu manusia.

Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik Masyarakat”, sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al Makasary. Kritik terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap determinisme ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia sosial. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “ Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantang sistem yang eksis.

Rich mengemukakan “There is no the truth nor a truth – truth is not one thing, - or even a system. It is an increasing completely” Pengalaman manusia begitu kompleks sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh sebuah teori

2.     Manfaat mempelajari sejarah filsafat ilmu

a.       Untuk semakin mempertegas dan memperdalam pengetahuan tentang filsafat ilmu.

b.      Melatih diri dalam melakukan penelitian, pengkajian dan pengambilan kesimpulan terhadap suatu hal.

c.       Menjadi acuan motivasi untuk lebih kritis terhadap ilmu pengetahuan.









 




DAFTAR PUSTAKA



Amien, Miska M. Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam. Jakarta: UI Press, 1983

Anshari, Endang S. Ilmu, filsafat, dan Agama. Bina Ilmu: Surabaya, 1985

Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius 1998

Sabri, Muhammad Dkk. Filsafat Ilmu.  Makassar: Alauddin Press 2009

Raverts, Jerome R. Filsafat Ilmu.Yogyakarta: Pustaka Pelajar 1982


0 comments:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes