SELAMAT DATANG

Thursday, 25 June 2015

Ulasan tentang Miras (Minuman Keras)

Konstitusi Indonesia Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya kehidupan masyarakat di dalamnya terbentuk dalam bingkai ajaran agama. Secara ideal sebagai negara  yang   beragama,  akan   lebih   mudah   mengatur perkembangan minuman beralkohol atau yang sering juga disebut minuman keras (miras)  yang setiap saat dapat mengancam jiwa manusia.
Ajaran setiap agama pasti sepakat bahwa keberadaan minuman beralkohol dapat mengancam jiwa manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun kenyataan yang ada, negara kita sampai sekarang belum dapat membuat payung hukum tentang undang-undang larangan miuman beralkohol. Hal ini tidak lepas dari banyaknya kepentinga politik  yang ada di dalamnya.Perlu disadari bahwa adanya tuntutan masyarakat untuk membuat Peraturan hukum/undang-undang tentang larangan minuman beralkohol,   jangan disalah-artikan bahwa itu adalah keinginan/kepentingan sebagian  umat Islam dalam rangka menerapkan syariat Islam. Tuntutan dibentuknya UU tentang Larangan Minuman Beralkohol lebih dikarenakan bahaya minuman keras itu sendiri dalam kehidupan manusia.
Sebagai contoh di Amerika Serikat  meskipun  pemerintah AS tidak merujuk   pada   agama   Islam,   Presiden   Reagan   (1986)   telah   melakukan kampanye larangan minuman beralkohol (say no to alcohol) dan memberlakukan UU Larangan Minuman Beralkohol yang pada intinya berupa pelarangan dengan pengecualian.
Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat.Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya didalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat dapat diharapkan agar tujuan dan sasaran pembangunan itu akan tercapai sehingga dapat mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk mewujudkan suatu keadaan tersebut, bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai masalah yang kurang mendukung, bahkan dapat menjadi hambatan serta rintangan untuk pembangunan nasional yang dimana pembangunan nasional tersebut memiliki dampak positif dan negatif.
Dampak positif dari pembangunan nasional itu adalah terwujudnya peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Sedangkan salah satu dampak negatifnya adalah terjadinya peningkatan kriminalitas dalam berbagai cara dan bentuk. Dampak negatif tersebut sangat besar pengaruhnya dan dapat menghambat kelancaran serta keberhasilan pembangunan. Di Indonesia, regulasi tentang peredaran miras dan minol diatur dalam   Keputusan Presiden Republik Indonesia (Kepres) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.Kepres ini mengatur syarat-syarat lokasi di mana saja miras dan minol bisa dijual.Selain itu, impor minuman beralkohol diawasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC),Kementerian Keuangan Republik Indonesia.Impor Minuman Mengandung Ethyl Alkohol (MMEA)dilakukan oleh importir khusus dengan ijin khusus.Sedangkan pendirian pabrik di Indonesia yang hendak memproduksi MMEA wajib memiliki NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai)yang mengenakan tarif cukai pada tiapliterMMEA.
Belakangan ini masyarakat Indonesia terutama para orang tua dan guru resah mendapati begitu mudahnya anak-anak mereka membeli minuman keras (miras) dan minuman beralkohol (minol) terutama di gerai-gerai mini market yang kini bertebaran di hampir semua penjuru kota-kota besar dan kecil yang ada di Indonesia. Saat ini, setiap orang, tanpa memandang usia, seakan bebas membeli dan mengonsumsi miras dan minol.
Fenomena ini begitu meresahkan karena miras dan minol bukan saja merusak kesehatan bagi yang meminumnya tetapi juga mengakibatkan keresahan sosial yaitu mengganggu dan mengancam ketertiban bahkan keselamatan masyarakat. Masih lekat dalam ingatan kita tragedi minggu pagi di Tugu Tani yang merenggut nyawa sembilan orang akibat ditabrak pengendara mobil yang sedang dalam pengaruh alkohol. Atau begitu pilunya orang tua di Pamulang, Tangerang Selatan yang harus menerima kenyataan kehilangan anaknya, yang masih berusia 14 tahun akibat dibunuh oleh remaja 17 tahun karena ingin merampas telepon genggam anak tersebut untuk bisa mabuk-mabukan (Kompas, 12/12/2012). Kisah pilu karena miras juga menerpa seorang siswi berusia 15 tahun di Bogor yang harus kehilangan nyawanya setelah dipaksa temannya minum berbotol-botol miras (Kompas, 03/05/2012).
Rentetan peristiwa di atas cuma gambaran kecil bagaimana peredaran dan penjualan bebas miras dan minol yang tidak mengenal batasan umur dan lokasi ternyata begitu banyak menimbulkan keresahan sosial terutama memicu tindakan kriminal hingga penghilangan nyawa anak manusia. Masih banyak peristiwa-perisitiwa memilukan lain akibat miras dan minol yang menimpa remaja kita di seluruh wilayah Indonesia, hanya saja tidak ter-cover media.
Menjamurnya gerai-gerai mini market terutama di kota-kota besar menjadi salah satu faktor mudahnya anak-anak remaja yang juga pelajar dan mahasiswa ini mendapatkan miras. Gerai-gerai mini market ini dengan bebas menjual miras dan minol, mulai dari aneka jenis bir, minuman vodka, sampai yang berkandungan alkohol minimal 4 persen. Aneka miras beraneka warna dengan harga cukup terjangkau menarik hati para remaja yang berkantong pas-pasan untuk mencoba. Parahnya lagi, beberapa minimarket meletakkan miras dan minol di rak-rak yang begitu mudah dilihat dan dijangkau konsumen. Bahkan ada mini market yang memajang miras dan minol satu display dengan minuman anak-anak seperti susu.
Dampak lain dari bebasnya gerai-gerai minimarket ini menjual miras dan minol adalah semakin maraknya keberadaan komunitas-komunitas ‘peminum’ yang sebagian besar dari mereka adalah remaja (pelajar dan mahasiswa). Nongkrong di gerai-gerai mini market sambil menenggak miras dan minol malah sudah menjadi gaya hidup. Bahkan muncul stigma kalau remaja atau anak muda yang tidak ikut ‘minum’ dianggap cemen dan tidak bisa masuk atau bergaul dalam sebuah komunitas.
Kondisi ini cukup memprihatinkan. Bukan tidak ada regulasi yang mengatur  peredaran miras dan minol, Keputusan Presiden Republik Indonesia (Kepres) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol sudah jelas mengatur syarat-syarat lokasi di mana saja miras dan minol bisa dijual. Namun jika melihat apa yang terjadi saat ini, sepertinya ketentuan-ketentuan dalam Kepres ini sama sekali tidak diindahkan. Gerai mini market atau gerai sejenisnya (warung dan lainnya) leluasa menjual miras dan minol walaupun lokasi mereka berada di sekitar pemukiman, dekat sekolah, perkantoran, maupun tempat ibadah yang jelas-jelas dilarang oleh Kepres. Mereka juga bebas menjual miras dan minol kepada remaja (di bawah 21 tahun) yang belum begitu paham dampak buruk dari mengonsumsi miras dan minol, baik pribadi maupun sosial. Di satu sisi, daerah-daerah yang berinisiatif melarang peredaran semua jenis miras dan minol di wilayahnya, dalam implementasinya malah dianggap tidak sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi. Sementara Rancangan Undang-Undang Miras yang saat ini masih menunggu persetujuan DPR, apakah akan masuk atau tidak ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2013 masih belum jelas perkembangannya.
Apakah kondisi ini akan dibiarkan terus terjadi. Apakah kita terus membiarkan anak-anak kita, generasi muda penerus bangsa, masa depannya rusak karena miras dan minol. Di saat peraturan sudah tidak diindahkan dan penegakan hukum tidak dilaksanakan maka satu-satunya cara adalah lewat kontrol sosial. Kita, masyarakat pemilik negeri ini harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi di sekitar kita. Untuk itu, Gerakan Anti Miras hadir sebagai gerakan sosial untuk mengontrol penjualan miras dan minol di masyarakat khususnya kepada anak dan remaja yang berusia di bawah 21 tahun.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes